INSEKTA I: BEDAH PUISI “PESAN ALAM” KARYA HAIDI S.

Pesan Alam

karya Haidi S

 

Bencana ini mengajarkan kita

Bagaimana rasanya terpenjara

Di tempat yang disebut rumah

Yang perlahan membuat

Mungkin kita harus ingat

Saat perilaku kita menjerat

Penghuni laut udara dan darat

Akal dan nurani nyatanya tak saling terikat

Tuhan melalui alam menyampaikan pesan penuh Ilham

Membiarkannya geram sebab dosa tak terpendam

 

Puisi dengan latar belakang bencana ini ditulis seolah olah untuk dijadikan sebagai pengingat, seruan, dan renungan bagi manusia tentang bencana yang menimpa alam dengan atau tanpa campur tangan manusia. Sebagai pengingat, puisi ini mengajak kita untuk kembali mengingat apa yang telah kita lakukan pada dunia yang fana ini. Sebagai renungan, puisi ini membuat kita sadar bagaimana menjadi makhluk tak berarti di hadapan bencana yang begitu besar. Sebagai seruan, puisi ini mengharap empati kita kepada orang orang yang ditimpa kemalangan. Kalimat yang lugas dan tegas membuat arti dan pesan puisi ini mudah untuk diterima.

Pada tiga baris pertama puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana bencana yang terjadi dapat mengurung semua orang. Rasa sedih, kecewa, dan pasrah seakan memenjara ditengah segala keterbatasan. Baris ini membuat pembaca perlu berpikir, apa yang terjadi bila kita berada pada kondisi yang sedemikian rupa? Apa yang terjadi bila kita kehilangan keluarga, kehilangan kampung halaman kita?

Baris keempat hingga kedelapan puisi ini mengajak kita untuk mengingat segala perbuatan kita kepada alam. Segala tindakan dan perilaku yang tak sejalan dengan akal dan nurani kita sebagai manusia. Pada baris kesembilan dan kesepuluh menyatakan bagaimana bencana ini adalah pesan yang disampaikan alam kepada kita. Sebuah pesan paling penting yang membangun puisi ini terlepas dari apa yang telah disampaikan sebelumnya. Bagaimana selain keluarga dan kampung halaman, bencana ini juga membuat kita ingat betapa lestari dan indahnya laut, darat, dan udara di sekitar kita. Namun, tidaklah kita memerhatikan itu sebelumnya. Eksploitasi sumber daya alam yang begitu berlebihan, ibarat pukat harimau yang merenggut segala macam sumber daya bumi pertiwi. Dan ibarat memori indah masa kecil yang tidak lagi dipedulikan, keindahan alam yang bumi pertiwi tawarkan tidak berarti apa-apa. Dibanding dengan segelintiran nol nol di rekening bank yang betul menggoda iman.

Dari puisi ini, penulis mengajak kita sebagai pembaca untuk merasakan ganjaran dari bencana alam yang diakibatkan oleh perilaku manusia sendiri. Oleh Tuhan, bencana ini adalah pesan. Sebuah ujian, cobaan, atau azab kepada umat-Nya, sebuah pengingat. Dosa-dosa apa yang telah kita perbuat pada sesama, pada lingkungan sekitar kita, dan pada Yang Maha Esa. Akan tetapi, Tuhan adalah Maha Pemaaf. Melalui bencana ini kita mengingat, menyesal, dan bertaubat. Namun, pada akhirnya sebagai makhluk penuh dosa, manusia akan melakukan kesalahan yang sama dan menunggu “pesan” selanjutnya

 

oleh Andiko Putra (TBC 2023), Amelia Anggraeni, Tamariska Lolkary, dan Berlian Aulya (MnB 2023)